CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Jumat, 13 April 2012

Artikel Farmasetika

Nama    : Aulia Rahmita




KONSENTRASI PLASMA “ACTIVE METABOLITES” TRAMADOL
(O-demethyl tramadol)

ABSTRAK
    Banyak obat-obat yang beredar di pasar Indonesia untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tersebut yang lazim kita sebut dengan analgesik. Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek menghilangkan atau mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau fungsi sensorik lainnya. Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan ambang nyeri, mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri), menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi modalitas nyeri. Obat analgesik beragam macamnya diantaranya obat analgesik narkotik (opioid) dan obat analgesik non narkotik (non-opioid). Obat analgesik narkotik contohnya morphin sedangkan contoh obat analgesik non-narkotik adalah parasetamol, aspirin, dan masih banyak yang lain. Dalam penggunaan obat analgesik narkotik harus mempertimbangkan banyak hal, karena obat analgesik narkotik memiliki banyak efek samping yang tidak diinginkan, misalnya depresi pernafasan, dan adiksi (ketagihan). Akan tetapi obat analgesik golongan narkotik memiliki kemampuan analgesik yang cukup kuat untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri derajat sedang keatas.

    Dalam hal ini perkembangan dalam bidang farmasi terutama untuk mendapatkan obat analgesik yang ideal masih terus berlanjut, dikatakan ideal apabila mempunyai efek samping yang sedikit, dalam jumlah dosis yang sedikit mempunyai kemampuan analgesik yang cukup kuat, dan aman serta harganya murah. Salah satu analgesik yang banyak beredar dan dipergunakan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri derajat sedang keatas adalah tramadol. Tramadol merupakan obat analgesik yang bekerja secara sentral, bersifat agonis opioid (memiliki sifat seperti opium / morfin), dapat diberikan peroral ; parenteral ; intravena ; intramuskular, dalam beberapa penelitian menunjukkan efek samping yang ditimbulkan oleh karena pemberian tramadol secara bolus intravena diantaranya adalah mual, muntah, pusing, gatal, sesak nafas, mulut kering, dan berkeringat selain itu tramadol menunjukkan penggunaannya lebih aman bila dibandingkan dengan obat analgesik jenis morphin yang lain.

TRAMADOL
Dalam perkembangan untuk mendapatkan obat analgesik yang ideal, tramadol menjadi drug of choice sebagai analgesik. Tramadol adalah campuran rasemik dari dua isomer, salah satu obat analgesik opiat (mirip morfin), termasuk golongan aminocyclohexanol, yang bekerja secara sentral pada penghambat pengambilan kembali noradrenergik dan serotonin neurotransmission, dapat diberikan peroral, parenteral, intravena, intramuskular. Bereaksi menghambat nyeri pada reseptor mu opiat, analog dengan kodein.

Sifat-sifat Farmakodinamis                                       
   Tramadol mempunyai 2 mekanisme yang berbeda pada manajemen nyeri yang keduanya bekerja secara sinergis yaitu : agonis opioid yang lemah dan penghambat pengambilan kembali monoamin neurotransmitter. Tramadol mempunyai bioavailabilitas 70% sampai 90% pada pemberian peroral, serta dengan pemberian dua kali sehari dapat mengendalikan nyeri secara efektif. Tramadol mempunyai efek merugikan yang paling lazim dalam penggunaan pada waktu yang singkat dan biasanya hanya pada awal penggunaannya saja yaitu pusing, mual, sedasi, mulut kering, berkeringat dengan insidensi berkisar antara 2,5 sampai 6.5%. Tidak dilaporkan adanya depresi pernafasan yang secara klinis relevan setelah dosis obat yang direkomendasikan. Depresi pernafasan telah ditunjukkan hanya pada beberapa pasien yang diberikan tramadol sebagai kombinasi dengan anestesi, sehingga membutuhkan naloxone pada sedikit pasien. Pada pemberian tramadol pada nyeri waktu proses kelahiran, tramadol intravena tidak menyebabkan depresi pernafasan pada neonatus.

Sifat-sifat Farmakokinetik                               
       Setelah pemakaian secara oral seperti dalam bentuk kapsul atau tablet, tramadol akan muncul di dalam plasma selama 15 sampai 45 menit, mempunyai onset setelah 1 jam yang mencapai konsentrasi plasma pada mean selama 2 jam. Absolute oral bioavailability tramadol kira-kira sebesar 68% setelah satu dosis dan kemudian meningkat menjadi 90 hingga 100% pada banyak pemakaian (multiple administration). Tramadol sangat mirip (high tissue affinity) dengan volume distribusi 306 dan 203L setelah secara berturut-turut dipakai secara oral dan secara intravena.

Tramadol mengalami metabolisme hepatik, secara cepat dapat diserap pada traktus gastrointestinal, 20% mengalami first-pass metabolisme didalam hati dengan hampir 85% dosis oral yang dimetabolisir pada relawan muda yang sehat. Hanya 1 metabolit, O-demethyl tramadol, yang secara farmakologis aktif. Mean elimination half-life dari tramadol setelah pemakaian secara oral atau pemakaian secara intravena yakni 5 hingga 6 jam. Hampir 90% dari suatu dosis oral diekskresi melalui ginjal. Elimination half-life meningkat sekitar 2-kali lipat pada pasien yang mengalami gangguan fungsi hepatik atau renal. Pada co-administration (pemakaian bersama-sama) dengan carbamazepine untuk mempengaruhi ensim hepatik, elimination half-life dari tramadol merosot.

Pada wanita hamil dan menyusui tramadol dapat melintasi plasenta dan tidak merugikan janin bila digunakan jauh sebelum partus, hanya 0,1% yang masuk dalam air susu ibu, meskipun demikian tramadol tidak dianjurkan selama masa kehamilan dan laktasi. Walau memiliki sifat adiksi ringan, namun dalam praktek ternyata resikonya praktis nihil, sehingga tidak termasuk dalam daftar narkotika di kebanyakan negara termasuk Indonesia.

Efikasi Terapi                                              
     Sebuah studi melaporkan bahwa pada menejemen nyeri akibat melahirkan tramadol 100mg intramuskular sama efektifnya dengan 75mg pethidine intramuskular, 50mg tramadol tidak efektif untuk nyeri karena melahirkan, meskipun demikian keamanan penggunaan tramadol lebih aman dibanding dengan 75mg pethidine, lebih dari 2/3 pasien yang mendapatkan terapi tramadol tidak mendapatkan efek yang tidak diinginkan, sebaliknya lebih dari 1/3 pasien yang mendapatkan terapi pethidine mendapatkan efek yang tidak diinginkan. Tramadol dapat dikombinasikan dengan NSAIDs, karena mekanisme kerjanya tidak saling tumpang tindih, dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 50-100 mg setiap 4-6 jam dan maksimal 400mg/hari, efek samping dapat dikurangi dengan pengurangan dosisnya serta dengan pemberian yang perlahan pada intravaskular atau intramuskular. Pada pasien dengan nyeri derajat sedang sampai berat pasca operasi tramadol yang diberikan intravena atau intramuskular mempunyai kemampuan sama dengan pethidine (meperidine), namun secara klinis dengan dosis yang sama tramadol lebih efektif sepuluh kali bila dibandingkan dengan pethidine, 1-5% sama dengan nalbuphine, intravena tramadol 50-150 mg pada pasien dengan nyeri pasca operasi mempunyai potensi analgesik sama dengan morphine 5-15 mg, tetapi apabila tramadol diberikan pada epidural, 1-13% sama kemampuannya dengan morfin, dalam beberapa studi tramadol telah menunjukkan efikasinya pada waktu yang singkat pada nyeri kronis yang beragam macamnya. Dosis harian tramadol 250 mg sampai 600 mg yang diberikan secara oral ternyata merupakan analgesik efektif pada langkah ke dua menurut panduan World Health Organization untuk pengobatan pasien yang mengalami nyeri kanker.

Dosis                                                       
   Tramadol tersedia untuk pemakaian oral, parenteral dan rectal. Dosis tramadol hendaknya dititrasi menurut intensitas rasa nyeri dan respon masing-masing pasien, dengan 50 sampai 100 mg 4 kali biasanya untuk memberikan penghilangan rasa nyeri yang memadai. Total dosis harian sebanyak 400mg biasanya cukup. Suntikan intravena harus diberikan secara perlahan-lahan guna mengurangi potensi kejadian yang merugikan, teruatama rasa mual. Berdasarkan data faramakokinetik, perlu hati-hati pada pasien dengan disfungi ginjal atau hepatik karena potensi tertundanya eliminasi dan akumulasi obat yang ada. Pada sejumlah pasien ini, interval dosis harus diperpanjang. Tramadol dapat digunakan pada anak-anak dengan dosis sebesar 1 hingga 2 mg/kg.

Mekanisme ANSI                                                 
  Salah satu descending inhibitory pathway muncul pada bidang abu-abu periaqueductal synapses pada raphe magnus dan kemudian menonjol sampai ke spinal cord. Neurotransmitter yang dilepas oleh pathway yaitu serotonin (5-hydroxytryptamine; 5-HT). Major descending pathway muncul pada locus coeruleus pons. Neurotransmitter untuk pathway ini adalah noradrenaline (norepinephrine) dan agaknya hal ini menghambat respon nyeri pada spinal cord karena mekanisme nor-adrenergic. Bidang abu-abu periaqueductal, medullary raphe dan dorsal horn dari spinal cord semuanya mengandung suatu densitas yang tinggi peptide indogen opiat dan receptor opiat. Mekanisme yang digunakan oleh opioid analgesik menghambat persepsi nyeri yang terjadi, sebagian karena kegiatan descending serotonergic dan noradrenergic pathways. Tramadol memiliki reseptor opoid yang sedikit dengan nilai konstan (Ki) pada rentang mikromolar dari 2,1 sampai 57,5 pmol/L. Pada konsentrasi sampai 10 sampai 100 µmol/L, tramadol tidak mengikat reseptor 5-HT2. Satu-satunya metabolit tramadol, O-demethyl tramadol (M1), memiliki 4 sampai 200 kali lebih besar untuk reseptor µ-opioid dibandingkan tramadol: sejumlah penyimpangan ini mungkin dijelaskan oleh radioligand yang dipakai dalam penelitian binding. Meski demikian, metabolit ternyata tidak memberikan kontribusi pada efek analgesik dosis tunggal tramadol 100mg yang dipakai secara oral bagi 12 relawan. Pemakaian quinidine secara oral 50mg 2 jam sebelum tramadol yang menghasilkan dua pertiga inhibisi (hambatan) formasi M 1 namun tidak menimbulkan efek terhadap analgesi tramadol, yang diukur dengan ambang nyeri subyektif dan obyektif. Efek analgesik tramadol pada tail-flick test yang dilakukan terhadap tikus besar atau tikus kecil telah seluruhnya diantagoniskan oleh opioid receptor antagonist naloxone, yang memperkuat aksi central site yang dimediasi oleh opioid receptor. Kendati demikian, berlawanan dengan morphin, pada sejumlah tes, seperti konstriksi mouse abdominal dan uji hot plate, atau vocalisation threshold (ambang vokalisasi) terhadap paw pressure test pada tikus normal dan tikus artritis, efek analgesik tramadol secara analgesik diantagoniskan oleh naloxone. Efek depresan tramadol terhadap aktivitas nociceptive yang terjadi pada ascending axons dari spinal cord tidak terhapus oleh aminophylline dan tidak seluruhnya diantagoniskan oleh naloxone.

ACTIVE METABOLITES TRAMADOL                     
      Setelah pemakaian secara oral dosis tunggal tramadol sebanyak 100mg dalam kapsul atau tablet pada relawan muda yang sehat, konsentrasi plasma dapat dideteksi dalam waktu sekitar 15 sampai 45 menit, dan mean puncak konsentrasi plasma obat (Cmax) sebesar 280 sampai 308 ug/L tercapai pada 1,6 hingga 2 jam paska dosis. Mean bioavailabilitas tramadol oral setelah pemakaian dosis tunggal yaitu sebesar 68%, yang lebih tinggi dibandingkan morphine, pethidine dan pentazocine, yang semuanya ini cenderung memiliki bioavailabilias rendah dan variabel berubah-ubah.

Setelah beberapa pemakaian secara oral tramadol 100 mg 4 kali sehari selama 7 hari, Cmax 16% lebih tinggi dan di bawah kurva waktu konsentrasi plasma (AUC) 36% lebih tinggi setelah satu dosis tunggal sebanyak 100mg, yang menunjukkan bahwa bioavailabilitas oral meningkat sekitar 90 hingga 100% terhadap beberapa kali pemakaian (multiple aplication) secara oral yang kemungkinan karena hepatik metabolisme jenuh first-pass. Mean bioavailabilitas mutlak setelah pemakaian intramuskuler yaitu sebesar 100% dan setelah pemakaian rektal sebesar 78%. Tramadol terdistribusi dengan cepat setelah pemakaian intravena dengan distribusi waktu paruh (half-life) pada fase awal selama 6 menit setelah fase distribusi yang lebih lambat dengan waktu paruh selama 1,7 jam. Volumes distribusi (Vd) menyusul pemakaian secara oral dan intravena pada relawan muda yang sehat sebesar 306 dan 203L, secara berturut-turut, yang menunjukkan bahwa tramadol memiliki high tissue afinitas jaringan yang tinggi. Pengikatan protein plasma sebanyak 20%. Tramadol memasuki plasenta dengan konsentrasi serum pada umbilical vein (pusar) yang menjadi 80% pada maternal vein. Metabolisme dan Pengurangan (Eliminasi). Pada hakikatnya, tramadol dimetabolisasi oleh liver dan diekskesi melalui ginjal. Elimination halflife (t1/2el) tramadol pada relawan muda yang sehat menyusul dosis tunggal intravena atau oral selama 5,1 sampai 5,9 jam. Tramadol mengalami biotransformasi dalam liver karena dua main metabolic pathway untuk membentuk senyawa N- dan O-demethylated (reaksi fase I). Metabolit O-demethylated mengalami konjugasi lebih lanjut (reaksi fase II). Lima metabolit yang muncul dari reaksi fase I dan enam dari reaksi fase II telah diketahui; metabolit pokok yakni O-demethyl tramadol dan konjugat-nya, di-NO-demethyl tramadol dan konjugat-nya serta mono-N-demethyl tramadol. O-demethyl tramadol metabolite (M1) tampaknya memiliki aktivitas analegesik pada tikus besar dan tikus kecil sebagaimana yang diukur pada respon tail flick dengan 2 sampai 4 kali potensi tramadol dalam pengujian ini. Pada penelitian receptor binding, M I memiliki 4 kali (1) sampai 200 kali afinitas yang lebih besar bagi µ-opioid receptor dibandingkan senyawa induk (parent compound). Tidak ada 10 metabolit lainnya yang secara farmakologis aktif. Elimination half-life metabolite tidak berbeda dengan elimination half-life metabolite tramadol, yang menurunkan kemungkinan terakumulasiya metabolit setelah beberapa pemakaian. Elimination half-life dari metabolite aktif (M1) pada relawan muda yang sehat selama 6,7 jam.

Pada penelitian yang sama, AUC untuk Ml adalah sekitar 4 kali dibandingkan yang AUC senyawa induk. Kendati demikian, metabolit M1 tidak memiliki kontribusi pada efek analgesik tramadol pada relawan sehat. Setelah pemakaian secara oral tramadol pada manusia, sekitar 90% tramadol dieksresi melalui ginjal dengan 10% yang muncul pada feses. Ekskresi tramadol yang tidak berubah pada relawan sehat yakni sebesar 16% setelah pemakaian intravena dan sebesar 13% setelah pemakaian secara oral, yang menunjukkan bahwa sekitar 85% dosis mengalami metabolisasi. Ekskresi ginjal secara kumulatif M1 pada relawan sehat yang muda sekitar 7,5%. Total clearance tramadol sebesar 28,0 dan 42, 6 L/jam menyusul pemakaian secara intravena dan oral, secara beturut-turut. Hanya 0,1% dosis tramadol didapati terekskresi pada ASI wanita, suatu jumlah yang tidak mungkin menghasilkan efek signifikan pada bayi.
http://yosefw.wordpress.com

0 komentar: