CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Rabu, 11 April 2012

Antibiotik dan Antivirus

ANTIBIOTIK

1.    Definisi
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relative kecil.
2.    Kelompok Antibiotik
a.     Penggolongan Penisillin
1.)    Zat-zat spectrum sempit : Penisilin-V dan Benzilpenisilin
2.)    Zat-zat tahan–laktamase : Asam kluavulanat, Sulbaktam
3.)    Zat-zat spectrum luas : Ampisilin, Amoxixilin.
4.)    Zat-zat anti Pseudomonas : Tikarsilin, Piperasilin

b.    Penggolongan Sefalosporin
1.)    Generasi ke-1 : Sefadroksil, Sefazolin, Sefalotin
2.)    Generasi ke-2 : Sefuroksim, Sefaklor, Sefmetazol.
3.)    Generasi ke-3 : Sefoperazon, Sefotaksin.
4.)    Generasi ke-4 : Sefepim, Sefirom.

c.    Penggolongan Aminoglikosida
1.)    Streptomisin
2.)    Kanamisin dengan turunannya amikasin, debikasin, gentamisin dan turunannya, netilmisin dan tobramisin
3.)    Neumisin, framisetin dan paromomisin.

d.    Tetrasiklin : Tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin.
e.    Makrolida dan Linkomisin : Eritromisin, azitromisin, spiramisin, linkomisin, klindamisin.
f.    Polipeptida : Polimiksin B, Basitrasin, gramisidin.
g.    Antibiotik lainnya : kloramfenikol ; turunannya tiamfenikol, vankomisin, asam fusidat, mupirosin, spektinomisin.


3.    Obat-Obat Antibiotik
a.    Asam Klavulanat
1.)    Mekanisme Kerja : Memblokir dan menginaktifkan laktamase berasal dari safilokok dan kuman gram negative (E. Coli, Proteus dan H. Influenza)
2.)    Indikasi : Penggunaannya pada infeksi saluran kemih.
3.)    Dosis : 3-4 dd 250-500 mg ac

b.    Ampisilin
1.)    Indikasi : Bekerja pada kuman gram positif.
2.)     Dosis : 3-4 dd 250-500 mg ac

c.    Sefadroksil
1.)    Indikasi : Digunakan pada infeksi saluran kemih ringan dan sebagai obat pilihan kedua pada infeksi saluran pernafasan dan kulit yang tidak begitu serius dan bila terdapat alergi untuk penisilin.
2.)    Dosis : 1-2 dd 0,5-1 g ; anak sehari 25-50 mg/kg BB dl 1-2 dosis

d.    Streptomisin
1.)    Mekanisme kerja : Berdasarkan dayanya untuk mempenetrasi dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel.
2.)    Indikasi : Digunakan sebagai obat-obat tuberkulosa. Penggunaannya pada terapi TBC sebagai obat pilihan utama.

e.    Tetrasiklin
1.)    Mekanisme Kerja : Berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman.
2.)    Indikasi : Digunkan pada infeksi saluran nafas dan acne, juga digunakan pada infeksi saluran kemih.
3.)    Dosis : 4 dd 250-500 mg; anak sehari 20-40 mg/kg BB

f.    Eritromisin
1.)    Mekanisme kerja : Melalui pengikatan reversible pada ribosom kuman, juga sintesis proteinnya dirintangi.
2.)    Indikasi : Bekerja bakteriostatis. Digunakan pada infeksi paru-paru, infeksi usus, pada infeksi lain (saluran nafas, kulit dan lain-lain), khusus digunakan sebagai pilihan kedua.
3.)    Dosis : 2-4 dd 250-500 mg; anak-anak 20-40 mg/kg BB. Perhari selama maksimum 7 hari.

g.    Azitromisin
1.)    Mekanisme Kerja : Melalui pengikatan reversible pada ribosom kuman, juga sintesis proteinnya dirintangi.
2.)    Indikasi : Dianjurkan pada infeksi saluran nafas, kulit dan otot, infeksi saluran kemih dan juga pada infeksi dengan mikobakterium.
3.)    Dosis : 1 dd 500 mg 1jam ac atau 2 jam pc selama 3 hari.

h.    Spiramisin
1.)    Mekanisme kerja : melalui pengikatan reversible pada ribosom kuman, juga sintesis proteinnya dirintangi.
2.)    Indikasi : Dianjurkan untuk infeksi ditempat-tempat yang seringkali sukar dicapai oleh antibiotic lain.
3.)    Dosis : 4 dd 0,5-1 g , anak-anak 50-100 mg/kg/hari selama 5 hari, pada toksoplasmosis selama 3-4 minggu.

i.    Polimiksin B
1.)    Indikasi : Digunakan pada infeksi usus dengan kuman gram negative untuk terapi setempat.
2.)    Dosis : Oral 3-4 dd 1-2 tablet dari 1,5 MU (juta U.I)

j.    Kloramfenikol
1.)    Mekanisem kerja : Berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman. 
2.)    Indikasi : Infeksi tipus, menginitis, infeksi anerob yang sukar dicapai obat.
3.)    Dosis : Pemula 2 g; emudian 4 dd 1 g selama 4 minggu ( tipus)

k.    Tiamfenikol
1.)    Mekanisme kerja : Berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman. 
2.)    Indikasi : Digunakan selain pada infeksi tipus dan salmonella, juga digunakan pada infeksi saluran kemih dan saluran empedu oleh kuman yang resisten untuk antibiotic lain.
3.)    Dosis : Tipus perut 4 dd 250-500 mg selam maksimum 8 hari, di atas 60 tahun 2 dd 500 mg, anak-anak 20-30 mg/kg/hari. Gonorrhea 1 X 2,5 g.


SULFONAMIDA
Sulfonamida merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus dasar yang sama, yaitu H2N-C6H4-SO2NHR, dan R adalah bermacam-macam substituent. Pada prinsipnya, senyawa-senyawa ini dapat digunakan untuk menghindari berbagai infeksi. Namun setelah ditemukannya zat-zat antibiotika, maka sejak tahun 1980-an indikasi dan penggunaanya semakin berkurang. Meskipun senyawa ini penting karena merupakan kelompok obat pertama yang dugunakan secara efektif terhadap infeksi bakteri.
Sulfonamida adalah kemoterapeutika berspektrum luas yang di tahun1950-an sampai dengan 1970-an banyak digunakan terhadap bermacam-macam penyakit infeksi oleh baik kuman Gram-positif maupun Gram-negatif dengan sukses.
MEKANISME KERJA
Obat-obat ini memilki kerja bakterostatis yang luas terhadap banyak bakteri gram-positif dan gram-negatif; terhadap pseudomonas, proteus dan strepcoccus faecalis tidak aktif.
    Mekanisme kerjanya berdasarkan pencegahan sintesis (dihidro) folat dalam kuman dengan cara antagonis saingan dengan PABA. Banyak jenis bakteri membutuhkan asam folat untuk membangun asam-asam intinya DNA dan RNA. asam folat ini dibentuknya sendiri dari bahan –pangkal PABA (= Para Aminobenzoic Acid) yang terdapat dimana-mana dalam tubuh manusia. Rumus PABA [H2N-C6H4-COOH] menyerupai rumus dasar sulfonamide. Bakteri keliru menggunakan sulfa sebagai bahan untuk mensintesa asam folatnya, sehingga DNA atau RNA tidak terbentuk lagi dan pertumbuhan bakteri terhenti.

KOMBINASI SULFONAMIDA
a.    Trisulfa
b.    Kotrimoksazol
c.    Kombinasi sulfadoksin + pirimetamin
d.    Kombinasi sulfonamide + penisilin
e.    Sulfasalazin

PENGGOLONGAN
Setiap sulfonamide mempunyai banyak perbedaan menyangkut metabolisme (asetilasi dan glukoronidasi di dalam hati) dan ekskresinya. Berdasarkan ini, sulfonamida dapat dibagi dalam zat-zat dengan kerja singkat (t ½ < 24 jam) dan zat-zat dengan kerja panjang (t ½ - 24-65 jam), sulfonamide usus dan sulfonamide untuk penggunaan local.
a.    sulfonamide short-acting : sulfametizol, derivate-isokazol (sulfafurazol, -metoksazol), derivate-oksazol (sulfamoksol), dan derivate pirimidin (sulfadiazine, -merazin, -metazin, sulfasomidin). Sulfametizol dab sulfafurazolcepat resorpsinya dari usus dengan daya larut dalam urin asma atau netral lebih baik dibandingkan dengan sulfa lainnya, sedangkan asetilasinya dalam hati lebih ringan. Hal ini menyebabkan kadarnya dalam urin sangat tinggi hingga mencapai khasiat bekterisid. Oleh karena itu zat-zat ini khusus digunakan pada infeksi saluran kemih tanpa komplikasi, terutama yang disebabkan oleh E. coli dan pada cystitis. Sulfonamida lainnya juga digunakan terhadap infeksi organ lainnya.

b.    Sulfonamide long-acting : sulfadoksin dan sulfalen. Zat-zat ini resorpsinya baik pula, tetapi ekskresinya lambat sekali akibat PP-nya yang tinggi dan penyerapan kembali pada tubuli ginjal. Keuntungan praktisnya adalah dapat digunakan sebagai dosis tunggal sehari, sehingga dahulu banyak digunakan, misalnya sulfadimektoksin dan sulfametoksipiridazin. Tetapi khasiatnya lebih lemah daripada sulfa lainnya, sedangkan kadar plasma dari sulfa bebas (aktif) relative rendah pada dosis lazimnya. Efek-efek sampingnya berupa erythema multiforme yang agak hebat (sindrom Stevens-Jhonson, demam dengan luka pada mukosa mulut, anus, organ kelamin) lebih sering tejadi. Oleh karena itu, di kebanyakan Negara Barat semua sulfa long-acting telah ditarik dari pefedaran , kecuali kombinasinya dengan pirimetamin atau trimetoprim.


c.    Sulfonamide usus : sulfaguanidin dan salazosulfapiridin. Obat-obat ini hanya sedikit sekali (5-10%) diresorpsi oleh usus, sehingga menghasilkan konsentrasi obat yang tinggi di dalam usus besar. Sulfaguanidin ternyata lebih baik resorpsinya, sampai lebih kurang 50%, an sebaiknya jangan digunakan untuk pengobatan infeksi usus berhubung efek sistemisnya. Dahulu sulfa ini banyak digunakan untuk mensterilkn usus sebelum pembedahan, tetapi untuk maksud ini sudah terdesak tuntas oleh antibiotika bakterisid seperti neomisin dan basitrasin yang juga tidak diserap usus . Sulfaguanidin, ftalil- dan suksinilsulfatiazol dahulu banyak dimasukkan dalam sediaan kombinasi antidiare, tetapi kini praktis tidak digunakan lagi.

d.    Sulfonamide local : sulfasetamida, sulfadikramida, dan silver-sulfadiazin. Kedua obat pertama banyak digunakan secara topical dalam sediaan salep dan tetes mata, sedangkan yang terakhir dalam salep untuk luka bakar.

ZAT-ZAT TERSENDIRI
1.    Sulfametizol : Sulfametiltiodiazol,  *Uro Nebacetin
Derivat tiodiazol ini PP-nya ca 90% dengan plasma-t ½ 1-2 jam. daya larutnya dalam urin (asam) baik, Ekskresinya cepat sekali dan menghasilkan kadar tinggi dalam kemih.
•    Indikasi    : Radang kadung kemih
•    Dosis        : pada ISK, oral 3-4 dd  0,5 – 1 g selama 3-5 hari,  sebagai
  propilaksis 2 dd 1g selama 3 hari
  Uro   Nebacetin  =   sulfametizol  2,4 g + Neomisinsulfat
  428 mg/30 ml suspense

2.    Sulfametoksazol : *Kotrimoksazol, * Bactrim
obat ini merupakan derivate sulfisoksazol dengan absorpsi dan ekskresi lebih lambat.
•    Indikasi    : Infeksi saluran kemih, infeksi sistemik
•    Dosis        : kotrimoksazol ( = sulfametoksazol 400 mg +
trimetropim 80 mg ) umum 2 dd 2 tablet kotrimoksazol radang kandung kemih tanpa komplikasi pada wanita : 2 dd 2 tablet selama 3 – 7 hari pada tifus dan infeksi parah 2 dd 3 tablet selama maksimum 14 hari

3.    Sulfadiazin : Sulfapirimidin, *triaceft, * Temasud
absorpsi di usus terjadi cepat dan kadar maksimal dalam darah dicapai dalam waktu 3-6 jam sesudah pemberian dosis tunggal.
•    Indikasi    : disentri basiler, meningitis, pilihan kedua untuk infeksi saluran kemih
•    Dosis        : permulaan 2-4 g, kemudian 4-6 dd 1 g

4.    Sulfadoksin : Sulfametoxine, * Fansidar
sulfadoksin adalah sulfonamide dengan masa kerja 7-9 hari. obat ini digunakan dalam kombinasi tetap dengan pirimetamin.
•    Indikasi    : pengobatan malaria akibat P. Falciparum yang resisten terhadap klorokuin; pencegahan pneumonia pada pasien AIDS
•    Dosis        : Fansidar = sulfadoksin 500 mg + pirimitamin 25 mg pada toksoplasmose : 1 x 2 tablet seminggu sampai 4-6 minggu setelah sembuh.

5.    Sulfalazin : Salazosulfapiridin, Sulcolon, Salazolpirin
Senyawa azo ini dari 5 – aminosalicylic acid (5-asa) dengan sulfapiridin berwarna kuning kecoklat-coklatan dan berkhasiat anti radang.
•    indikasi    : anti radang, pengobatan colitis ulseratif dan enteritis regional dan rematoid ardtritis
•    Dosis        : pada rema 1 dd 500 mg d.c selama 5-7 hari, dinaikkan setiap 5-7 hari dengan 500 mg sampai 2 g sehari maksimum 3 g per hari.
pada colitis 4 dd 0,5-1,5 g d.c selama 3 minggu lalu pemeliharaan 1-2 g perhari

6.    Sulfasetamid : N-Asetilsulfasetamid, Albucit
Garam natrium dari sulfa ini tidak bersifat alkalis seperti garam natrium dari sulfa lainnya.

•    Indikasi    : untuk infeksi mata dalam tetes mata (10 %), dan salep mata (10%)
•    Dosis        : pada infeksi kronis diberikan 1-2 tetes setiap 2 jam untuk infeksi yang berat atau 3-4 kali sehari untuk penyakit kronik.

7.    Silverdiazin : Flammzine, Darmazim, Silvadene
Garam perak dari sulfadiazine ini berkhasiat bakterisid terhadap banyak bakteri termasuk E.Colli Klebsiella dan Proteus dan tidak diinaktifkan oleh PABA.
•    Indikasi    : Sangat efektif untuk mengobati luka parah terutama bila terinfeksi dengan Pseudomonas
•    Dosis        : Dalam bentuk krim 1-3 %



ANTIVIRUS
Virus adalah jasad biologis, bukan hewan, bukan tanaman, tanpa struktur sel dan tidak berdaya untuk hidup dan memperbanyak diri secara mandiri. Mikroorganisme harus menggunakan system enzim dari sel tuan rumah untuk sintesis asam nukleat,protein-proteinnya, dan perkembangbiakannya. Selanjutnya virus adalah mikroorganisme hidup yang terkecil (besarnya 20-300 mikron) kecuali prion yaitu penyebab penyakit sapi gila BSE dan P.
Infeksi virus
Penularan virus dimulai dengan pelekatan virus pada dinding sel, yang dihidrolisa oleh enzim-enzim.  Lalu DNA atau RNA memasuki sel, sedangakan salut proteinnya ditinggalkan diluar. Didalam sel virus bertindak sebagai parasit dan menggunakan proses-proses asimilasi sel yang bersangkutan untuk membentuk vrion-vrion baru. Dengan demikian perbanyakan (replikasi) tidak berlangsung melalui pembelahan vrion induk seperti bakteri. Pada proses ini sel-sel yang dimasukinya dirusak tetapi gejala-gejala penyakit baru mulai tampak bila perbanyakan vrion sudah mencapai puncaknya.
Penggolongan Virus
Virus yang paling sering mengakibatkan penyakit pada manusia dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yakni virus DNA dan virus RNA, dengan masing-masing DNA dan RNA di dalam intinya.
a.    Virus DNA meliputi antara lain kelompok herpes : herpes simplex (penyebab antara lain penyakit kelamin), herpes zoster (penyebab sinannaga, “shingles”). Dan varicella zoster (cacar air). Juga virus Epstein-Barr (demam kelenjar/”kissing disease”/ mono –nucleuosis infectiosa), parvovirus,adenovirus (gastroenteritis), variiola ( cacar, “sinallpox”), dan cytomegalovirus= CMV (pada pasien AIDS) termasuk kelompok virus ini juga. Human papillomavirus (HPV), yang menjadi penyebab kutil genital dan kanker cervix, menurut perkiraan ditularkan secara seksual.

b.    Virus RNA terpenting adalah HIV (penyebab AIDS), virus-virus hepatitis (penyakit kuning), rhinovirus ( salesma) dan polio virus ( penyebab lumpuh pada anak-anak polio myelitis). Begitu pula virus influenza (flu), rotavirus (diare), virus rubella (rode hond), bermacam-macam paramyxovirus : virus rubeola= morbili (campak=”measles”) dan virus beguk (“mumps”) serta berbagai flavivirus (yellow fever= demam kuning, dengue = demam berdarah).
Pengobatan infeksi virus
1.    Saluran pernapasan
A.    Amantadin dan rimantadin.
Khasiatnya beberapa obat antivirus berguna sebagai obat profillaktik misalnya amantadin dan derivatnya rimantadin menunjukan sama efektivnya dalam mencegah infeksi influenza A. (Amantadin juga efektif untuk pengobatan beberapa kasus penyakit Parkinson, diketahui bahwa antivirus amantadin yang digunakan dalam pengobatan influenza berpengaruh pula sebagai antiparkinson dimana fungsinya meningkatkan sintesis, pengeluaran atau ambilan dopamine dari neuron yang sehat.

Mekanisme kerjanya, mekanisme antivirus yang tepat untuk amantadin dan rimantadin belum diketahui pasti. Bukti-bukti terakhir menunjukan penghambatan terhadap protein membrane matrik dari virus, M2 yang berfungsi sebagai saluran ion. Saluran ini diperlukan untuk fusi beberapa membrane virus dengan membrane sel yang kemudian membentuk endosom. ( terbentuk bila virus masuk sel dengan cara endositosis).

Efek samping amantadin sebagian besar berhubungan dengan SSP. Gejala neurologi ringan termasuk imsonia, pusing dan ataxia. Efek yang lebih berat pernah dilaporkan ( Misalnya halusinasi, kejang). Obat harus diberikan hati-hati pada pasien dengan masalah psikaterik, aterosklerosis otak, gangguan ginjal atau epilepsy. Rimantadin menyebabkan reaksi SSP lebih sedikit karena tidak banyak melintasi sawar otak darah. Amantadin dan rimantadin harus digunakan hati-hati pada wanita hamil dan menyusui,  karena terbukti bersifat embriotoksik dan teratogenik pada tikus.

B.    Ribavirin
Khasiatnya digunakan untuk mengobati bayi dan anak-anak dengan infeksi RSV yang berat. Rerspon yang baik dari hepatitis A akut dan influenza A dan influenza B. ribavirin dapat menurunkan mortalitas dan viremia demam lassa.
Cara kerja obat ini dipelajari hanya untuk influenza. Ribavirin pertama diubah menjadi derivate prima-phosfat, hasil pertama berupa senyawa ribavirin triphosfat (RTP), yang  di phostulasikan bersifat antivirus dengan menghambat sintesis MRNA virus.
Efek samping : efek samping dilaporkan pada penggunaaan oral atau suntiakn ribavirin termasuk anemia tergantung dosis pada penderita demam lassa. Peningkatan bili rubin juga telah dilaporkan. Aerosol dapat lebih aman meskipun fungsi pernapasan pada bayi dapat memburuk  cepat setelah permulaan pengobatan aerosol dan karena itu monitoring sangat perlu. Karena terdapat efek teratogenik pada hewan percobaan, ribavirin dikontara indikasikan pada kehamilan.

2.    Pengobatan infeksi virus Herpes
A.    Asiklovir
Merupakan obat antivirus yang paling banyak digunakan karena efektif terhadap virus herpes.
Cara kerja : suatu analog guanosin yang tidak memilki gugus glukosa, menggalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang dikode herves virus, timidin kinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan. Analog mono fosfat diubah ke bentuk di-dan trifosfat oleh sel penjamu. Trifosfat asiklovir berpacu denga deoksiguanosintrifosfat ( dGTP) sebagai suatu substrat untuk DNA polymerase dan masuk kedalam DNA virus yang menyebabkan terminasi rantai DNA yang premature. Ikatan yang ireversibel dari tempelate primer yang mengandung asiklovir ke DNA polymerase melumpuhkan enzim. Zat ini kurang efektif terhadap enzim penjamu.

3.    Pengobatan penyakit defisiansi imun didapat (aids)
A.    Zidovudin
Salah satu oabat yang paling efektif dan terakhir disetujui untuk pengobatan infeksi HIV dan AIDS adalah anolog pirimidin, tiga-azido-tiga-deokcitimidin ( AZT).
Cara kerja : AZt harus diubah menjadi nukleosid trifosfat yang sesuai dengan timidin kinase penjamu utnuk mendapatkan aktifitas antivirusnya. AZT-trifosfat kemudian dimasukkan ke dalam rantai DNA virus yang bertumbuh ( tetapi bukan iti prenjamu) oleh cadangan transcriptase. Karena AZT tidak memiliki hidroksil pada posisi 3’, kaitan 5’ sampai 3’ fosfodiester lain tidak terbentuk. Akibatnya sintesis rantai DNA terhenti dan reflikasi virus tidak terjadi.kekurangan relative transcriptase reverse virus ini disebabkan karena masuknya AZT keadalam proses yang dikatalisasi virus ; DNA-polimerase selular lebih efektif. Selain itu fosforilase asanm deoksitimidilat ( dTMP) menjadi difosfat ( dTDP) dihambat oleh azido-timidin-monofosfat ( AZT-MP).
Efek samping : meskipun kelihatannya bersifat spesifik AZT toksik terhadap sumsum tulang. Misalnay anemi dan ,leucopenia berat dapat terjadi pada pasien yang mendapat dosis tinggi. Sakit kepala juga dapat sering terjadi. Kejang telah dilaporkan pada pasien AIDS lanjut. Toksisistas AZT diperkuat jika glukuronidasi berkurang karena pemberian obat-obat seperti probenesid, asetaminophen, klorazepam, indometasin dan cimitidin.

4.    Iterveron
Iterveron merupakan glikoprotein yang terjadi alamiah jika ada perangsangan dan mengganggu kemampuan virus menginfeksi sel. Meskipun Interveron menghambat pertumbuhan bergbagai virus invitro, aktifitas invivo pada virus mengecewakan. Pada waktu ini iterveron disintesis dengan teknologi DNA rekombinan. Ada tiga jenis interferon yaitu alfa, beta dan gamma salah asatu dari 15 jenis alfa interveron, alfa 2 B telah disetujui untuk pengobatn hepatitis B dan C, dan terhadap kanker seperti leukemia sel berambut dan sarcoma Kaposi. Mekanisme kerjanya menyangkut induksi enzim sel penjamu ( misalnya: suatu protein kinase, 2’, 5’- oligoadenilat sintase dan fosfodiesterase) yang menghambat translasi RNA virus dan akhirnya menyebabkan degradasi mRNA dan tRNA iterveron diberikan secraa intravena dan masuk ke cairan sumsum tulang. Efek samping termasuk demam, letragi, depresi sumsum tulang, fgangguan kardiovaskular seperti gagal jantung kongestiv dan reaksi hipersensitif akut. Gagal hati dan infiltrasi paru jarang.

0 komentar: